Nama : Ferdinand Alexander
“Ferry” Sonneville
TTL : Jakarta, 3 Juni 1931
Cabang : Bulutangkis
Prestasi : - Juara
Malaysia Terbuka 1955
-
Finalis All England bersamma Tan Joe Hok
-
Kapten bermain tim Indonesia yang merebut Piala
Thomas 1958
-
Anggota tim Piala Thomas Indonesia 1961, 1964,
1967
-
Presiden IBF 1971-1974
Prestasi terbesar
itu akhirnya digenggam juga. Bukan sebagai juara di lapangan bulutangkis,
melainkan di bidang organisasi dunia : menjadi presiden organisasi
internasional. Dialah Ferdinand Alexander “Ferry Sonneville”. Prestasi ini
belum dicapai atlet Indonesia manapun. Ferry Sonneville menjadi Presiden
Federasi Bulu Tangkis Internasional (Internasional Badminton Federation, IBF)
dari tahun 1971 sampai 1974. Tokoh Indonesia lain yang mendekati posisi itu
antara lain Sudirman, Suharso Suhandinata, atau Rudy Hartono yang menjadi wakil
presiden IBF.
Tentu bukan tanpa
alasan mengapa Ferry ditunjuk menjadi presiden oganisasi yang besar seperti IBF.
Ia tokoh internasional yang bukan saja sukses sebagai pemain tapi juga dalam
bidang studi. Sebagai pemain dia empat kali memperkuat tim Indonesia dalam
kontes Piala Thomas, kejuaraan beregu putra. Tahun 1958 dia menjadi tulang
punggung karena dia yang dianggap paling memahmi percaturan bulu tangkis dunia.
Begitu juga tahun 1961 dan 1964. Tahun 1967 pada usianya di atas 30 tahun, dia
masih mencoba memnjadi tulang punggung, tetapi gagal.
Pada tahun 1958
berkat perlawatannya ke berbagai negara, terutama Malaya (kini Malaysia dan
Singapura), dia menjadi kapten bermain pada babak interzone di Singapura. Ia
berangkat ke Singapura atas bantuan masyarakat. Dua kali melawan Denmark di
semifinal antarzone dan menhadapi Thailand di final antarzone –sebelum melawan
Malaysia di babak penantang (Challenge Round), Ferry menunjukkan kualitas
permainannya. Dia memang kalah atas Finn Koberro, tetapi bisa menang atas
Erland Kops ketika berhadapan dengan Denmark. Indonesia menang 6-3 atas Denmark
ini.
Ketika turun
melawan Thailand, Ferry memenangi kedua partai tunggalnya. Pada saat menantang
Malaysia, Ferry punya peran besar. Dialah yang menentukan kemenangan 5-1 atas
Malaya setelah mengungguli Teh Kew San dengan 13-15,15-13,18-16. Partai ini
benar-benar menegangkan. jika Ferry kalah posisi bisa menjadi 4-2, tetapi jika
menang menjadi 5-1 alias Indonesia merebut piala itu dari Malaya. Pertandingan set
ketiga yang menegangkan. Teh Kew San semat memimpin 13-11 tetapi disamakan
13-13 oleh Ferry.
Kematangan mental
Ferry membawanya kepada keunggulan atas Kew San yang lebih muda. Piala pun di
boyong ke tanah air. Ferry main dua kali di tunggal dan dua di ganda bersama
Tan Joe Hok. Ada perubahan susunan memang ketika merebut piala itu. Enam tahun
kemudian pada kontes Piala Thomas di Tokyo 1964 Ferry juga berperan besar untuk
mempertahankan piala tersebut. Dari tangannya direbut kemenangan penting, yang
membawa Indonesia unggul atas Denmark 5-4.
Ferry jugalah
yang merintis keikutsertaan pemain Indonesia di kkejuaraan perseorangan All
England. Tahun 1955 Ferry meneruskan pelajaran di Economische Hoogeschool
(Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterrdam, Belanda. Meski merantau ke negara yang
bulu tangkisnnya tidak populer tetap saja Ferry melakukan olahraga
kegemarannya. Dengan demikian, ia pun
bisa ikut kejuaraan All England tahun berikutnya, meski prestasinya tidak
terlalumencuat.
Tahun pertama
1956 masuk babak kedua da tahun kedua hanya bertanding sekali. Tahun ketiga,
1958 dia di semifinal, saat di kalahkan Finn Koberro. Barulah tahun keempat,
1959, Ferry sampai ke final. Namun dia gagal menjadi juara karena dikalahkan
sendiri oleh rekannya yan datang dari Indonesia, Tan Joe Hok. Ferry masih ikut
All England sampai 1963, dengan tetap tak mencapai puncak tangga kejuaraan.
Kontes Piala Thomas
tahun 1967 di Jakarta, dia sudah berusia 36 tahun, merupakan penampilan
terakhir di arena pertandingan. Ferry kemudian memusatkan diri pada bisnis real estate dan menjadi ketua organisasi
Real Estate Indonesia (REI), bahkan
menjadi Presiden tingkat dunia organisasi itu. Dia pun aktif di organisasi
olahraga tertinggi Indonesia, KONI. Jabatan yang dipegangnya adalah bendahara
(1967-1971) dan Ketua Bidang Luar Negeri (1971-1975). Dalam posisis ini dia
menjadi Presiden IBF.
Ferry berasal
dari keluarga yang menggermari olahraga. Ayahnya, Dirk Jan Sonneville, jago
tennis, dan ibunya, Lenoij Elisabeth Hubeek, kampiun bulu tangkis sebelum
Perang Dunia II. Ferry pun sering diajak bapak atau ibunya ketempat mereka
berlatih. Ini berakibat Ferry menyukai dan piawai dalam kedua cabang olahraga
itu.
Dalam bulu
tangkis kita sudah tahu prestasinya, sementara dalam tenis dia tidak memacu
untuk prestasi. Sekedar hobi, yang dilakukan sampai usia lanjut. Selain kedua
cabang itu, Ferry jjugaaktif dalam jui jitsu,olahraga beladiri asal Jepang. Di
cabang ini sebelum usia 20 tahun dia sudah menjadi pelatih. “Anak didik” Ferry
untuk cabang ini banyak yang menjadi tokoh. Mereka antara lain Ahmad Bakrie,
ayahanda Aburizal Bakrie, R. Oetomo (Marsekal TNI-AU, mantan KSAU), dan Faisal
Abda’oe (mantan DIRUT Pertamina).
Dari
pernikahannya dengan Yvonne Theresia de Wit, Ferry menurunkan tiga anak. Anak
laki-lakinya meninggal tahun 1976 di London dan dua anak peempuannya tidak ada
yang terjun ke olahraga. Genia Theresia menjadi pendidik dengan mendirikan
sekolah bagi kanak-kanak, Sekolah Montessori, sementara yang ketiga Cynthia
Gwendolyn, menjadi pengusaha dan aktif organisasi. Ferry sendiri sudah tidak
bisa kita temui lagi. Akibat sakit yang lama, dia meninggalkan kita semua pada
tanggal 20 November 2003.