SUSANTO MEGARANTO : Pecahkan Rekor Gurunya

Nama    : Susanto Megaranto

TTL         : Indramayu, 8 Oktober 1987

Cabang : Catur

Pretasi  : - GM dalam Olimpiade ke-36 di Malorca Spanyol

-  Medali Perak pada SEA Games XII , 2003 di Ho Chi Minh City, Vietnam

-  Memperoleh gelar MI

-  Elorating 2569 pada tahun 2007

                Susanto Megaranto adalah kekuatan segar dunia catur nasional. Berkat kecakapannya, Susanto mampu melejit begitu cepat. Tahun 2004, Susanto berhasil meraih gelar Grand Master (GM) dalam olimpiade ke-36 yang berlangsung di Malorca, Spanyol. Ia pun kemudian mengukuhkan diri sebagai Grand Master (GM) termuda di Indonesia pada usia 17 tahun, memecahka rekor gurunya Utut Adianto yang meraih gelar yang sama di usia 21 tahun di olimpiade 1986 Dubai, Uni Emirat Arab. Selain itu, Susanto merupakan anak kedua dari dua bersaudara pasangan Wasdirah (ayah) dan Darsinah (ibu) ini menjadi GM ketujuh Indonesia setelah Herman Suradiredja, Ardiansyah, Utut Adianto, Edhi Handoko, Ruben Gunawan, dan Cerdas Barus.

                Meski prestasinya cukup mengkilap di usianya yang masih muda, Susanto mengaku belum puas. Karena dia meyakini sukses yang diraihnya sekarang baru merupakan tahapan awal menuju prestasi puncak.

                “Cita-cita saya ingin menjadi juara dunia seperti Anatoly Karpov dan Garry Kasparov,” katanya mengenai obsesinya ke depan.

                Mengenal catur sejak usia 6 tahun melalui ayahnya, Wasdirah yang konon jawara catur di kampung, Susanto sudah memperlihatkan bakat besarnya. Berkat dorongan sang ayah tadi, pada tahun 1995 Susanto masuk ke sekolah catur di Sekolah Catur Enerpac (SCE) milik Ir. Eka Putra Wirya yang bermarkas di kawasan Roxy Mas, Jakarta Barat.

                Tahun 1999 SCE berubah nama menjadi Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) sekaligus pindah home base ke Bekasi, Jawa Barat. Di sekolah catur itu, Susanto tidak sendirian. Ada beberapa anak berbakat lainnya juga ikut belajar dan berlatih permainan catur seperti Taufik Halay, Tirta Chandra, dan rekannya yang lebih muda Andrean Susilodinata.

                Melalui program Dream Team, Susanto dkk digodok secara spartan oleh para seniornya seperti Utut Adianto, Ardiansyah, Adhi Handoko, Ruben Gunawan, dan Ivan Situru. Mengingat jarak rumahnya sangat jauh denagn tempat latihan, Susanto rela memenuhi keinginan Eka Putra Wirya, seorang pengusaha muda yang memang dikeal gila catur untuk tinggal di Jakarta.

                Ketika SCE belum pindah ke Bekasi, Susanto dan kedua orang tuanya di kontrakkan di sebuah rumah di kawasan Grogol yang jaraknya relatif dekat dengan tempat latihan. Lantas, begitu SCE pindah ke Bekasi Susanto dan kedua orang tuanya tadi menetap di asrama SCUA yang kebetulan memiliki beberapa ruangan yang layak dipakai untuk tempat tinggal.

                Susanto pun makin getol belajar catur. Hanya dalam kurun waktu dua tahun, Susanto sudah mulai memperlihatkan kemampuannya. Di awali dengan juara di Kejurda 1997 di Bandung, pengorbanan Susanto yang meninggalkan kampung halamamnnya di Indramayu mulai membuahkan hasil. Sukses Kejurda di kota Kembang itu ternyata menjadi lokomotif bagi prestasi Susanto. Masih dalam tahun yang sama, remaja yang pendiam dan lugu itu menjadi juara nasional KU-10 di Banda Aceh.

                Pengurus Besar Persatuan Catur Seluruh Indonesia (PB. Percasi) pada tahun itu juga mengirim Susanto ke Kejuaraan dunia junior KU-10 di Cannes, Prancis mendampingi rekannya Taufik Halay. Hasil yang dicapai Susanto pun tidak terlalu mengecewakan. Sebagai debutan, ia mampu menduduki peringkat 11 dari 106 peserta.

                Ada sedikit cerita menarik mengiringi keberangkatan Susanto ke kejuaraan dunia junior KU-10 1997 di Prancis itu. Semula PB. Percasi hanya mengirim Taufik Halay yang memamng lebih dulu muncul ke permukaan ketimbang Susanto. Keberhasilan Susanto menjadi juara KU-10 di Banda Aceh itu membuat penasaran PB. Percasi dan pembina SCE. Sebagai ajang pembuktian maka Susanto diadu dengan Taufik untuk duael empat babak. Hasilnya, Susanto mampu bermain imbang 2-2 dengan Taufik dan jadilah remaja kelahiran Indramayu 8 Oktober 1987 ini dikirim ke kejuaraan dunia junior KU-10.

                Sejak kembalinya dari Prancis, prestasi Susanto makin bersinar bahkan dia sudah jauh meninggalkan Taufik. Seiring dengan perjalanan waktu, prestasi Taufik juga makin meningkat. Dia sudah mampu mengalahkan seniornya seperti MI Nasib Ginting, MI Salor Sitanggang dan MF Irwanto Sadikin, tiga pecatur yang perrnah menjadi tulang punggung tim Indonesia ke berbagai even Internasional pada era 1980-an sampai 1990-an.

                Pada tahun 2003 di SEA Games XXII yang berlangsung di HO Chi Minh City, Vietnam, Susanto berhasil merebut medali perak hanya kalah dari seniornya Utut Adianto. Bahkan sebelum SEA Games itu, dia meraih gelar Master Internasional (MI) sekaligus menjadi MI termuda di Indonesia dalam usia 16 tahun memecahkan rekor Ardiansyah (18).

                Bukan itu saja, beberapa pemain catur top dunia yang memiliki elorating tertinggi seperti GM Super Zoltan Alamasi dari Hongaria (2650) sementara Susanto hanya 2439 dibuat tak berdaya saat berhadapan dengan Susanto di Olimpiade 2004 itu. Kemenangan Susanto memaksa Hongaria bermain imbang 2-2 dengan tim Indonesia. Di Olimpiade yang berlangsung di Cannes, Prancis itu, Susanto mampu menahan remis pecatur elit dunia lainnya, GM Michael Adams dari Inggris yang memiliki elorating 2740.

                Mengenai harapannya dalam menampakkan karir di catur, Susanto dengan kalimat sederhana mengatakan bahwa dia ingin total di olahraga asah  otak ini. Dia tak ingin setengah-setengah, apalagi usianya masih muda di mana perjalanan karirnya juga masih panjang dan penuh liku. “Motto saya adalah keberhasilan hanya menjadi milik orang yang tidak pernah berhenti belajar dan selalu punya kesungguhan serta kemampuan kerass untuk maju,” kata Susanto Megaranto.